- Gejala Emosional: Ini adalah gejala yang paling umum. Kalian mungkin merasa sedih, cemas, mudah tersinggung, marah, atau bahkan putus asa. Perasaan bersalah dan malu juga bisa muncul. Kalian mungkin merasa bersalah karena tidak bisa membantu orang lain, atau malu karena merasa kesulitan mengatasi emosi sendiri. Selain itu, kalian juga bisa merasa mati rasa secara emosional, seperti tidak merasakan apa-apa lagi.
- Gejala Fisik: Stres kronis akibat STS bisa memicu gejala fisik. Kalian mungkin mengalami sakit kepala, sakit perut, kelelahan kronis, gangguan tidur (sulit tidur, sering terbangun di malam hari, atau mimpi buruk), perubahan nafsu makan, dan masalah pencernaan. Tubuh kalian seperti terus-menerus dalam mode “waspada” sehingga sulit untuk rileks.
- Gejala Perilaku: Perubahan perilaku juga bisa menjadi tanda STS. Kalian mungkin menarik diri dari pergaulan sosial, menghindari orang-orang atau situasi yang mengingatkan pada trauma, mengalami kesulitan berkonsentrasi, atau menjadi lebih mudah terkejut. Beberapa orang mungkin juga menggunakan alkohol atau obat-obatan untuk mengatasi emosi mereka, yang tentu saja bukanlah solusi yang sehat.
- Gejala Kognitif: STS juga bisa memengaruhi cara berpikir kita. Kalian mungkin mengalami kesulitan mengingat, mengalami pikiran-pikiran yang mengganggu (seperti pikiran tentang pengalaman traumatis orang lain yang terus muncul), atau memiliki pandangan negatif tentang diri sendiri, orang lain, dan dunia. Kalian mungkin merasa dunia ini tidak aman dan tidak dapat diprediksi.
- Paparan Trauma yang Intens: Semakin sering dan semakin intens kalian terpapar pada cerita-cerita traumatis, semakin besar risiko kalian mengalami STS. Contohnya, seorang terapis yang setiap hari mendengarkan kisah-kisah kekerasan dan pelecehan akan memiliki risiko yang lebih tinggi daripada seorang relawan yang hanya sesekali membantu korban bencana.
- Hubungan yang Erat dengan Orang yang Mengalami Trauma: Jika kalian memiliki hubungan yang dekat dengan orang yang mengalami trauma, misalnya anggota keluarga atau teman dekat, risiko STS akan meningkat. Hal ini karena kalian lebih peduli terhadap kesejahteraan mereka dan merasa lebih bertanggung jawab untuk membantu.
- Kurangnya Dukungan Sosial: Dukungan sosial yang minim bisa memperburuk gejala STS. Jika kalian tidak memiliki orang-orang yang bisa kalian ajak bicara, curhat, atau meminta bantuan, kalian akan merasa lebih terisolasi dan kesulitan mengatasi emosi yang berat.
- Kepribadian: Beberapa kepribadian tertentu mungkin lebih rentan terhadap STS. Misalnya, orang yang sangat empatik, perfeksionis, atau memiliki riwayat trauma pribadi mungkin lebih mudah mengalami STS.
- Kurangnya Pelatihan dan Sumber Daya: Jika kalian tidak memiliki pelatihan yang cukup untuk menangani trauma, atau jika kalian tidak memiliki akses terhadap sumber daya yang memadai (seperti supervisi, konseling, atau dukungan kelompok), risiko STS akan meningkat.
- Beban Kerja yang Berlebihan: Bekerja dalam lingkungan yang penuh tekanan dan memiliki beban kerja yang berlebihan bisa memperburuk gejala STS. Kalian mungkin merasa kewalahan dan tidak memiliki waktu untuk merawat diri sendiri.
- Akui dan Validasi Perasaan Kalian: Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengakui bahwa kalian sedang mengalami kesulitan. Jangan mencoba menyangkal atau menekan perasaan kalian. Validasi perasaan kalian, artinya akui bahwa apa yang kalian rasakan itu wajar dan pantas untuk dirasakan. Jangan menyalahkan diri sendiri atau merasa malu.
- Cari Dukungan Sosial: Bicaralah dengan orang-orang yang kalian percaya, seperti teman, keluarga, atau rekan kerja. Berbagi pengalaman kalian dengan orang lain bisa membantu kalian merasa lebih ringan dan tidak sendirian. Bergabung dengan kelompok dukungan juga bisa sangat bermanfaat, karena kalian bisa berbagi pengalaman dengan orang lain yang mengalami hal serupa.
- Tetapkan Batasan: Penting untuk menetapkan batasan yang jelas dalam pekerjaan dan hubungan kalian. Jangan terlalu memaksakan diri untuk membantu orang lain. Belajarlah untuk mengatakan “tidak” jika kalian merasa kewalahan atau tidak memiliki energi untuk membantu. Jaga jarak yang sehat agar kalian tidak terlalu terlibat secara emosional.
- Praktikkan Self-Care: Self-care adalah kunci untuk mengatasi STS. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang kalian nikmati dan yang bisa membantu kalian rileks dan melepaskan stres, seperti membaca buku, mendengarkan musik, berolahraga, meditasi, atau menghabiskan waktu di alam terbuka.
- Jaga Kesehatan Fisik: Perhatikan pola makan, tidur, dan olahraga kalian. Makan makanan yang sehat, tidur yang cukup (7-8 jam per malam), dan berolahraga secara teratur bisa membantu kalian merasa lebih baik secara fisik dan emosional. Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang, karena bisa memperburuk gejala STS.
- Cari Bantuan Profesional: Jika gejala STS kalian cukup parah atau mengganggu kehidupan sehari-hari, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater. Mereka dapat membantu kalian memahami gejala kalian, memberikan terapi, dan memberikan strategi untuk mengatasi STS.
- Latihan Relaksasi: Latihan relaksasi, seperti pernapasan dalam, meditasi, atau yoga, dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan. Latihan ini juga dapat membantu kalian tidur lebih nyenyak.
- Jurnal: Menulis jurnal tentang perasaan dan pengalaman kalian dapat membantu kalian memproses emosi dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri.
- Pelatihan dan Pendidikan: Dapatkan pelatihan yang cukup tentang trauma dan STS. Pahami gejala, penyebab, dan cara mengatasinya. Pengetahuan ini akan membantu kalian untuk lebih waspada dan mengambil tindakan pencegahan.
- Supervisi dan Konseling: Jika kalian bekerja di lingkungan yang berisiko tinggi, pastikan kalian mendapatkan supervisi dan konseling secara teratur. Supervisi akan membantu kalian untuk memproses emosi dan mengembangkan strategi untuk mengatasi stres. Konseling akan memberikan dukungan dan bimbingan dari profesional kesehatan mental.
- Batasi Paparan Trauma: Jika memungkinkan, batasi paparan kalian terhadap cerita-cerita traumatis. Ini mungkin sulit dilakukan jika pekerjaan kalian melibatkan kontak langsung dengan orang yang mengalami trauma, tetapi kalian bisa mencoba untuk membatasi waktu yang kalian habiskan untuk mendengarkan cerita-cerita tersebut.
- Ciptakan Lingkungan Kerja yang Mendukung: Jika kalian adalah seorang pemimpin atau manajer, ciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan peduli terhadap kesehatan mental karyawan. Sediakan sumber daya, seperti konseling, pelatihan, dan waktu istirahat yang cukup.
- Promosikan Self-Care: Dorong karyawan untuk mempraktikkan self-care. Berikan waktu istirahat yang cukup, dorong mereka untuk mengambil cuti jika diperlukan, dan sediakan fasilitas untuk relaksasi, seperti ruang meditasi atau pusat kebugaran.
- Jaga Keseimbangan Hidup: Usahakan untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Jangan terlalu fokus pada pekerjaan sampai kalian melupakan kebutuhan pribadi kalian. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang kalian nikmati dan untuk bersama orang-orang yang kalian cintai.
Hai, teman-teman! Pernahkah kalian mendengar tentang secondary traumatic stress (STS)? Mungkin istilahnya agak asing, ya. Tapi, sebenarnya kondisi ini cukup umum terjadi, terutama pada orang-orang yang sering berinteraksi dengan individu yang mengalami trauma. Nah, di artikel ini, kita akan membahas tuntas tentang STS: apa itu, bagaimana gejala dan penyebabnya, serta yang paling penting, bagaimana cara mengatasinya. Yuk, simak!
Apa Itu Secondary Traumatic Stress? Pengertian dan Ruang Lingkup
Secondary Traumatic Stress, atau yang sering disebut STS, adalah sebuah kondisi yang mirip dengan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), namun dialami oleh individu yang tidak secara langsung mengalami peristiwa traumatis. Alih-alih mengalami trauma secara langsung, seseorang dengan STS justru merasakan dampak emosional dari membantu atau berhubungan dengan orang lain yang mengalami trauma. Bayangkan, kalian adalah seorang terapis, pekerja sosial, relawan, atau bahkan anggota keluarga yang terus-menerus mendengarkan cerita-cerita menyedihkan tentang pengalaman traumatis orang lain. Lama-kelamaan, kalian bisa saja ikut merasakan gejala-gejala trauma tersebut. Itulah yang disebut STS.
STS ini bukan berarti kalian lemah atau tidak peduli, ya. Justru, ini adalah respons alami dari tubuh dan pikiran terhadap paparan trauma yang terus-menerus. Kalian mungkin merasa lelah secara emosional, sulit tidur, mudah tersinggung, atau bahkan mengalami mimpi buruk tentang pengalaman orang lain. Jadi, jangan merasa bersalah atau malu jika kalian mengalami gejala-gejala ini. Yang penting adalah mengenali gejala tersebut dan mencari bantuan yang tepat.
Ruang lingkup STS cukup luas, lho. Siapa saja yang pekerjaannya atau aktivitasnya melibatkan kontak intens dengan orang yang mengalami trauma berisiko mengalami STS. Contohnya, petugas medis yang merawat korban kecelakaan atau kekerasan, polisi yang menangani kasus kejahatan, guru yang menghadapi siswa dengan latar belakang traumatis, atau bahkan teman dekat yang selalu menjadi tempat curhat teman yang sedang berjuang dengan trauma. Jadi, jika kalian merasa rentan, jangan ragu untuk mencari informasi lebih lanjut dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri sendiri. Ingat, menjaga kesehatan mental itu sangat penting, guys!
Gejala-Gejala Secondary Traumatic Stress: Mengenali Tanda-tandanya
Nah, sekarang kita bahas lebih detail tentang gejala-gejala secondary traumatic stress. Mengenali gejala ini sangat penting agar kita bisa segera mengambil tindakan. Gejala STS bisa sangat mirip dengan gejala PTSD, tapi perbedaannya terletak pada penyebabnya. Pada PTSD, penyebabnya adalah pengalaman traumatis langsung, sedangkan pada STS, penyebabnya adalah paparan terhadap trauma orang lain.
Gejala STS bisa dibagi menjadi beberapa kategori:
Jika kalian mengalami beberapa gejala di atas, jangan panik, ya! Ini bukan berarti kalian “gila” atau tidak normal. Yang penting adalah kalian menyadari bahwa ada sesuatu yang perlu ditangani. Segera cari dukungan dari orang-orang terdekat, profesional kesehatan mental, atau komunitas yang mendukung.
Penyebab Secondary Traumatic Stress: Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Oke, sekarang kita akan membahas apa saja yang menjadi penyebab secondary traumatic stress. Memahami penyebabnya akan membantu kita untuk lebih waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan. Pada dasarnya, STS disebabkan oleh paparan terhadap trauma orang lain. Namun, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami STS.
Jadi, guys, untuk mencegah STS, penting untuk memperhatikan faktor-faktor risiko ini. Jika kalian bekerja di lingkungan yang berisiko tinggi, pastikan kalian mendapatkan pelatihan yang cukup, memiliki dukungan sosial yang kuat, dan selalu meluangkan waktu untuk merawat diri sendiri.
Cara Mengatasi Secondary Traumatic Stress: Langkah-langkah Praktis
Nah, ini dia bagian yang paling penting: cara mengatasi secondary traumatic stress. Jika kalian merasa mengalami gejala-gejala STS, jangan khawatir! Ada banyak hal yang bisa kalian lakukan untuk memulihkan diri dan kembali berfungsi dengan baik. Berikut beberapa langkah praktis yang bisa kalian coba:
Pencegahan Secondary Traumatic Stress: Tips dan Strategi
Selain mengatasi, pencegahan secondary traumatic stress juga sangat penting. Mencegah lebih baik daripada mengobati, kan? Berikut beberapa tips dan strategi untuk mencegah STS:
Kesimpulan: Pentingnya Memahami dan Mengatasi Secondary Traumatic Stress
Jadi, guys, secondary traumatic stress adalah kondisi yang serius, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan memahami gejala, penyebab, dan cara mengatasinya, kalian bisa melindungi diri sendiri dan orang lain yang kalian sayangi. Ingatlah bahwa menjaga kesehatan mental itu sangat penting. Jangan ragu untuk mencari bantuan jika kalian membutuhkannya. Semoga artikel ini bermanfaat!
Jangan lupa untuk selalu menjaga diri, ya! Sampai jumpa di artikel berikutnya!
Lastest News
-
-
Related News
Get TNT Sports App On Your TV: A Simple Guide
Alex Braham - Nov 17, 2025 45 Views -
Related News
Sky Garden Cafe: Puncak Batu Kalam's Breathtaking Views
Alex Braham - Nov 16, 2025 55 Views -
Related News
Jargee Sport Society: Your Dubai Mall Destination
Alex Braham - Nov 17, 2025 49 Views -
Related News
AirPods Too Loud On Zoom? Easy Fixes Inside!
Alex Braham - Nov 12, 2025 44 Views -
Related News
OSCMaterials Handling: Guide To Streamline Your Operations
Alex Braham - Nov 17, 2025 58 Views